Implementasi pidana khusus anak dalam mengatasi tindak kriminalitas di Indonesia menjadi perbincangan hangat dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah berupaya keras untuk memberikan perlindungan dan pembinaan kepada anak-anak pelaku kejahatan, namun masih banyak yang mempertanyakan efektivitas dari implementasi tersebut.
Menurut Direktur Eksekutif Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Santi Kusumaningrum, “Implementasi pidana khusus anak harus dilakukan dengan pendekatan yang lebih humanis. Anak-anak yang terlibat dalam tindak kriminalitas seharusnya mendapatkan pendampingan dan pembinaan yang baik agar dapat kembali ke jalan yang benar.”
Namun, realitanya masih banyak kasus di mana anak-anak tersebut justru diperlakukan dengan keras dan tidak mendapatkan perlakuan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Hal ini membuat implementasi pidana khusus anak menjadi terkesan hanya sebagai formalitas belaka tanpa memberikan hasil yang nyata.
Menurut data dari Kementerian Sosial, hanya sekitar 30% anak pelaku kejahatan yang mendapatkan pembinaan dan rehabilitasi yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak yang harus diperbaiki dalam implementasi pidana khusus anak di Indonesia.
Menteri Sosial, Tri Rismaharini, mengakui bahwa masih banyak kendala dalam memberikan perlindungan dan pembinaan kepada anak-anak pelaku kejahatan. “Kita perlu meningkatkan kerjasama antara pemerintah, lembaga perlindungan anak, dan masyarakat dalam menangani kasus-kasus kriminalitas yang melibatkan anak-anak,” ujarnya.
Diperlukan kesadaran dan komitmen dari semua pihak untuk bersama-sama menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung perkembangan anak-anak. Hanya dengan kerjasama yang baik, implementasi pidana khusus anak dapat benar-benar efektif dalam mengatasi tindak kriminalitas di Indonesia.