Tantangan dan peluang penerapan pidana khusus dalam KUHP baru di Indonesia menjadi perbincangan hangat di kalangan para pakar hukum. Sejak KUHP direvisi pada tahun 2020, muncul berbagai perdebatan mengenai efektivitas dan implementasi hukum pidana khusus dalam sistem hukum Indonesia.
Menurut Prof. Dr. Hikmahanto Juwana, seorang pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, “Tantangan utama dalam penerapan pidana khusus adalah keterbatasan sumber daya manusia dan teknis yang dimiliki oleh aparat penegak hukum. Hal ini dapat menghambat proses penegakan hukum secara efektif.”
Namun, di sisi lain, terdapat pula peluang besar dalam penerapan pidana khusus. Menurut Dr. Abdul Fickar Hadjar, seorang ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada, “Dengan adanya pidana khusus, kita dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas penegakan hukum terhadap tindak pidana tertentu, seperti korupsi dan terorisme.”
Meskipun demikian, tantangan-tantangan tersebut tidak boleh dijadikan alasan untuk tidak melaksanakan penerapan pidana khusus dalam KUHP baru. Sebagaimana disampaikan oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, “Kita harus memanfaatkan peluang-peluang yang ada untuk meningkatkan kualitas penegakan hukum di Indonesia.”
Oleh karena itu, diperlukan kerjasama antara pemerintah, lembaga penegak hukum, dan masyarakat dalam memastikan bahwa pidana khusus dapat diterapkan dengan baik dan efektif. Sebagaimana disampaikan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, “Kita harus bekerja sama untuk menyelesaikan masalah-masalah hukum yang ada demi terciptanya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Dengan adanya kerjasama yang baik dan dukungan dari berbagai pihak, diharapkan penerapan pidana khusus dalam KUHP baru dapat memberikan dampak positif dalam penegakan hukum di Indonesia. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, “Kita harus bersama-sama menjaga integritas dan profesionalisme dalam penegakan hukum demi menciptakan masyarakat yang adil dan berkeadilan.”